Sabtu, 06 Agustus 2011

Waiting List #1


Papan pengumuman di samping ruang OSIS penuh sesak, semua murid kelas X berdesakan mencoba membaca empat lembar kertas A4 bertuliskan daftar anggota kelompok LDKS (Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa) tahun ini. Tidak terkecuali dengan Milla dan Tania, dua sahabat Hapsa yang doyan sekali ngeceng-ngeceng, tidak sabaran mencari tau siapa saja cowo ganteng yang akan satu kelompok dengan mereka. Kadang-kadang Milla dan Tania, memang bisa membuat Hapsa jadi malu setengah mati, dan inilah salah satu hal yang paling sering membuat Hapsa malu.
“Gue sekelompok sama Juna, Ketua kelas XC yang imut itu looooh Tan…..” Teriak Milla di perjalanan menuju bangku tempat Hapsa menunggu mereka.
“Iiiih, apa-apaan sih lu ?! suka sama cowo genit kaya gitu ah, mana ada ganteng-gantengnya. Niiih gue niiih sekelompok sama anak basket paling populer di kalangan kelas X.” Tania mencibir Milla yang akhirnya diam tidak berkutik dan langsung duduk di sebelah Hapsa, Hapsa menghembuskan nafas, pasrah.
“Siapa emangnya ?!” Milla mulai nyolot sama Tania.
“Fazri! Kecengan lu dari jaman jebot.” Seru Tania puas dan berhasil membungkam Milla.
“Lu sekelompok sama siapa, Sa?” Milla berbisik sambil menyenggol Hapsa.
“Gue gak tau malah kelompok berapa..” Jawab Hapsa kalem dan terkesan tidak peduli.
“Aaah lu gimana sih?!!” Protes Milla yang langsung kembali berlari kecil mendekati Papan Pengumuman samping ruang OSIS sambil menggumamkan nama Hapsa berkali-kali.
“Kenapa Lu,Sa? Lagi ada masalah?” Tania menyadari temannya ini sedang kehilangan semangat.
“Ibu gue,Tan. Kagak ngizinin gue ikut LDKS.” Keluh Hapsa pada Tania.
“Looooh?! Ko bisa?” Tania sedikit kaget.
“Kemaren malem ibu gue tiba-tiba manggil gue, dan nanyain apa gue bisa minta izin buat gak ikutan LDKS. Dia bilang takut gue kenapa-napa, emang sih gue tuh ceroboh banget, dikit-dikit jatoh, dikit-dikit luka, memar, berdarah, tapi kalo gue cuman ngurung diri di rumah, diem terus di kota, kapan gue belajar mandirinya Tan.” Jawab Hapsa kecewa.
“Nanti gue sama Milla yang mintain izin deh Sa. Kita coba dulu, kalo masalahnya emang karena gak ada yang jagain lu disana, biar gue sama Milla yang ngejagain elu. Gimana seru kan dijagain dua cewe cantik?” Kata Tania sambil nyengir-nyengir gak jelas.
“Haaah?! Ada juga gue yang ngejagain lu berdua biar gak jelalatan sana-sini.” Hapsa mencibir Tania, Tania langsung manyun mendengar cibiran Hapsa dan tidak mampu berkomentar apa-apa.
“Millaaaaa… Buruan woooy lama amat!” Tania mengalihkan pembicaraan.
Milla berjalan cepat sambil merapikan rambut hitam panjangnya yang diikat kesamping, Milla bertubuh mungil, bermata besar, hidungnya sedikit mancung khas orang-orang india, bibirnya kecil mungil berwarna merah muda mengilap -karena diberi lipgloss-, poninya tertata tepat diatas alis, giginya berjejer rapi dan bentuknya kecil-kecil, dia cantik tapi kisah cintanya tidak secantik parasnya, dia selalu patah hati dengan kasus yang sama -jadi pihak ketiga-.
“Sa, lu kelompok sebelas. Dan elu sekelompok sama kecengannya si Tania, Dipta. Hahaha, rasain lu Tan.” Kata Milla puas membalas Tania. Tania tampak kecewa tapi berusaha tetap tenang.
“Deuh Tan enggak usah resah gitu laaaah. Gue gak suka cowo mulus, bling-bling yang keliatan lenjeh gitu ko.” Canda Hapsa sambil menepuk-nepuk bahu Tania.
“Iiiiih dia tuh keren banget tau Sa. Pokonya lu gak boleh ngeceng dia, semempesona apapun dia ntar.” Tania membela diri sambil sedikit mengancam pada Hapsa.
Hapsa hanya balas mencibir, berdiri dari duduknya dan mulai berjalan kecil kearah taman sekolah. Tania dan Milla yang mengikutinya dari belakang sedang membahas apa yang baru saja diceritakan Hapsa pada Tania tadi.
“Ntar gue sama Tania bakalan kerumah elu deh, menyelesaikan masalah ini. Kalo lu gak ikutan LDKS bisa gawat. Lu jadi cupu dan gak terkenal deh, sayang bangetlah pokonyaaaaa.” Milla ribet sendiri.
“Iya, lagian apa yang bakal lu lakuin kalo gak masuk OSIS? Diem ampe jamuran di UKS atau mau jadi anak paskibra?? Ah males kali Sa.” Dukung Tania.
“Lagian anak OSIS kan banyak yang ganteng, sekalian cuci mata.” Canda Tania.
“Iyaaa banget tuh Sa. Pokoknya bakalan seru deh, dan kita semua bakal cari cowok baik yang gak brengsek sama sekali. Kalo kita udah populer kan pasti kenal banyak cowok cool dan tinggal pilih ajaaah. Ah seruuuuu…..” Teriak Milla heboh.
Dari belakang mereka terdengar suara seseorang berdeham dan melemparkan sesuatu ke tanah, membuat Hapsa, Milla dan Tania berhenti bicara. Tiba-tiba muncul seorang cowok dengan postur yang cukup tinggi, rambutnya pendek ala Minho Shinee di album hello, warna kulitnya persis seperti pemain sinetron favorit Ibu -Lian Firman-, cowok ini sedang mencari sesuatu di saku celananya berkali-kali, lalu kesal karena yang dia cari ada di saku kemeja putihnya. Hapsa memerhatikannya dengan seksama, berbeda dengan Milla dan Tania yang kembali ngerumpi membahas cowok-cowok lain, mereka tidak peduli dengan siapa yang dilihatnya, karena cowok ini tampak biasa saja.
Ternyata cowok ini mencari kacamata, kacamata yang ukuran kedua bulatannya cukup besar dan terlihat sangat tidak cocok jika Hapsa memakainya, tapi ajaib sekali, cowok ini terlihat lucu saat kacamatanya sudah bertengger. Sangat lucu. Dan manis.
*  *  *
                Bisma terbangun dari tidurnya yang menyenangkan. Suara seorang cewek yang kekanak-kanakan membuatnya bangun, dia melempar koran yang menutupi wajahnya saat ia sedang tidur, dia sebal, tidak ada tempat untuknya tidur walau hanya satu jam. Dengan cepat dia berdiri dan mencari-cari kacamata, sial kacamata itu tidak ada di saku celananya.
                ‘Gue gak mau kacamata itu ilang lagi..Plis!’ Gumamnya dalam hati.
                ‘Bisma idiot!! Kacamatanya kan gue simpen di saku kemeja. Sial! Disaat kaya gini harus kumat idiot gue!!!!’ Bisma mengumpat pada dirinya sendiri.
                Di samping pohon besar, tepat dimana sumber kegaduhan muncul, Bisma menyadari ada sosok yang memerhatikannya daritadi, cewek ini menatapnya dengan tatapan heran. Bisma berpura-pura memakai kacamata, dia penasaran siapa sebenarnya cewek kurang kerjaan yang satu ini.
                Rambutnya diikat cepol, mukanya bersih tanpa polesan make up, rok SMA dan kemeja putihnya wajar tidak sengaja dibuat pendek, dia tidak secantik dua temannya yang asik menggosip di sisi sebrang, tapi tatapannya polos dan mendalam seperti meneliti setiap detil orang yang dilihatnya, dia tipikal cewe yang cuek dan mungkin bukan cewe yang suka membuat cowok-cowok pusing di dekat mereka. Bisma takut jika cewek ini sadar sedang diperhatikan, dia memilih pergi mencari tempat yang lebih tenang untuk beristirahat, berada di dekat sumber kebisingan lama-lama membuatnya stres.
                Karena kesialan tadi siang di sekolah, Bisma kehilangan waktu istirahatnya dengan percuma. Dan malam tiba, dia harus kembali bekerja di kafe Licious. Malam yang akan sangat melelahkan karena besok pagi ada ujian Matematika di jam pelajaran pertama. Bisma sibuk sana-sini, kafe memang sangat penuh di jam-jam makan malam, baru pukul 22.30 dia bisa sedikit menghela nafas dan duduk di bangku pojok kafe yang dekat dengan kaca. Dia merogoh saku besar diclemeknya, membuka lembaran kertas A5 yang dilipat dua, dia mulai menghafal rumus-rumus Trigonometri yang isinya terlalu bervariasi, dia tidak boleh mengulang ujian dengan alasan nilainya tidak mencapai batas ataupun mungkin tidak mengikuti ujian dengan alasan bangun kesiangan, karena ujian ulangan selalu berada di luar jam pelajaran dan jadwal kerja part time Bisma yang kelewat padat membuatnya hanya boleh di sekolah sampai jam pelajaran berakhir. Jam 14.00-16.00 dia harus ke Gyga Mall, jadi anggota promosi ‘Action with Cooltea’ dan sepulang itu lembur di kafe minimal jam 01.00 pagi dia baru bisa pulang.
                “ Pokoknya kamu gak boleh ikut acara itu. Titik. Ibu gak mau kamu protes lagi Hapsa! Dengerin ibu!” Tiba-tiba suara manager terdengar oleh Bisma yang spontan langsung memasukkan kumpulan kertasnya ke saku clemek.
                Manager keluar dengan raut muka kesal, Bisma tidak berani bertanya atau berkata macam-macam padanya.
                “Bis, buatkan saya kopi!”
                Tanpa berkomentar apa-apa Bisma langsung meluncur ke dapur dan membuatkan kopi seenak mungkin, pokoknya tidak boleh ada yang aneh dari kopi ini, dia tidak mau kena semprot Bu Karin yang sedang kesal dengan sesuatu.
                “Ini, Bu.” Kata Bisma pelan dan sopan.
                “Bisma, boleh saya bertanya sesuatu?” Sahut Bu Karin sambil mengangguk menerima kopi dari Bisma.
                “Bertanya apa Bu?”
                “Setahu saya kamu masih sekolah kan? Kuliah atau SMA?”
                “Saya masih SMA Bu, bahkan baru kelas satu SMA.” Bisma kecewa, mukanya terlihat sangat tua sepertinya, sampai managernya mengira dia sudah kuliah.
‘Muka gue tua banget yaa kayanya.’ Umpat Bisma di dalam hati.
“Oh ya?!” Bu Karin tampak kaget.
“Kamu SMA dimana memangnya Bisma?”
“Di SMA Bina karya,Bu.”
Sekarang  justru Bu Karin yang terlihat kaget dan terdiam, sepertinya dia memikirkan sesuatu yang tidak dapat ditebak juga oleh Bisma.
“Bu? Ada apa?”
“Kita bicara lagi besok Bisma, sekarang kamu boleh pulang duluan.”
*  *  *
                Malam itu Bu Karin lembur, percuma saja tadi Milla dan Tania datang ke rumah. Ibunya sudah tau, Hapsa akan tetap berusaha untuk ikut LDKS nanti, usaha yang sia-sia sebenarnya. Hapsa bangun dengan malas, kalau bukan karena ada ujian Matematika di jam terakhir pelajaran dia tidak mau ke sekolah, semua orang di sekolah terlalu sibuk membicarakan tektek bengek LDKS, membuatnya semakin merasa kecewa dan sendirian.
                Bu Karin terlihat sangat santai dan tersenyum tanpa dosa, padahal semalam dia sudah mengomeli anaknya habis-habisan. Hapsa manyun melihat ibunya yang seperti anak-anak ini.
                “Ko cemberut gitu sih Sa?” Bu Karin bertanya sesuatu yang sudah diketahui jawabannya, retoris.
                “Gapapa ko Bu.” Hapsa menjawab seperlunya.
                “Hari ini di sekolah ada apa Sa?”
                “Ujian Matematika.” Jawab Hapsa sekenanya, sambil melahap dengan cepat nasi goreng keju di depannya.
                “Makannya pelan-pelan. Nanti keselek.”
                “Hapsa berangkat duluan Bu. Pak Dibyoooo… Hapsa mau berangkat sekarang!” Hapsa berlalu dan cuek dengan ibunya di depan.
                Diperjalanan ke sekolah Hapsa menyesal bersikap seperti tadi, tapi Hapsa sangat kesal dengan keputusan sepihak yang ditentukan ibunya. Seandainya dia tau seberapa pentingnya LDKS untuk anak kelas X di sekolahnya, kamu bisa dianggap anak culun yang tidak ingin bersosialisasi kalau tidak ikut LDKS, meskipun ujung-ujungnya yang diterima di OSIS hanya sekitar 25 orang, tapi setidaknya kamu sudah menunjukan bahwa kamu bukan anak culun di sekolahmu.
                “Hapsaaaaa…” Teriak Milla dari parkiran ujung timur.
                Hapsa hanya balas melambaikan tangan sambil tersenyum sekenanya. Dia tidak punya mood untuk bercanda-canda, mendengarkan ocehan tentang seribu jenis cowo kecengan Milla ataupun membahas LDKS.
                “Lu udah belajar belum Sa? Gue ketiduran semalem gara-gara belajar ngerajut gak bisa-bisa. Ih sebel deeeeh.” Keluh Milla choding.
                Hapsa bersyukur punya teman seperti Milla dan Tania, yang sangat memahaminya jauh dibandingkan ibunya. Hapsa tau, pasti Milla dan Tania memutuskan untuk berhenti membahas-bahas LDKS dan membangun kembali mood Hapsa yang kalau sudah turun susah naik lagi.
                “Udah sih tapi gak tau nih gue bisa apa enggak.. Elu lagian belajar ngerajut pas besok mau ujian. Haha.” Hapsa tertawa kecil.
                “Bosen gue belajar mulu. Hahaha.” Canda Milla, bersyukur mood sahabatnya ini bisa baik lagi.
                “Si Tania mana Mill?”
                “Ah paling juga kesiangan gara-gara semalem belajar ampe mabok. Hoho”
                “Tuh contoh makanya si Tania.”
*  *  *

                Hari ini terasa lebih baik, entah mengapa Hapsa sudah sangat pasrah jika tidak bisa mengikuti LDKS tahun ini. Dia mulai menyadari apa yang dipikirkan ibunya adalah yang terbaik untuknya, dia tidak tau apa yang akan dihadapinya saat menjelajahi hutan nanti, bahkan apa yang akan terjadi pada dirinya di perjalanan menuju ke lokasi kemah. Tapi ibunya memperhitungkan ini, ibunya tau bagaimana Hapsa, dia memberi keputusan ini pasti dengan alasan yang jelas, alasan bahwa sebenarnya dia mengkhawatirkan Hapsa.
                Pada jam istirahat, LDKS benar-benar menjadi trending topic. Disana-sini membicarakan LDKS, Hapsa sempat sedih, marah dan muak. Tapi dia mencoba mengendalikan diri, dia harus bersikap dewasa dan tenang menghadapinya. Dia tidak boleh melarang teman-temannya merasakan euforia LDKS hanya karena dia tidak bisa merasakan itu, dia tidak boleh egois lagi, jika pada akhirnya dia tidak bisa belajar lewat LDKS, maka dia harus belajar mendewasakan diri lewat jalan lain, dan inilah langkah awalnya menjadi dewasa, belajar menyadari bahwa hidup tidak sepenuhnya selaras dengan keinginan dan harapan.
                “Aduuh berisik banget ya?! Gue pengen ke kelas ajah nih. Yuuu ah Mill, Sa.” Gerutu Tania sambil berdiri cepat, siaga meninggalkan kantin. Tania tau, berlama-lama di kantin yang penuh dengan kata-kata LDKS akan membuat temannya semakin membenci keadaan, berpikir dan bertindak menyedihkan.
                “Kenapa emangnya Tan? Gapapa ko, disini ajah. Kita kan belum makan. Gue laper banget nih.” Haspa menolak sambil nyengir lebar.
                Tania dan Milla saling bertatapan sekilas kemudian tersenyum dipaksakan. Hapsa yakin, sebenarnya mulut kedua sahabatnya ini sangat gatal ingin bercerita tentang tektek bengek LDKS yang sudah dipersiapkan mereka jauh-jauh hari. Hapsa akan mendengarkannya, sekarang dia siap ikut berceloteh dan sibuk sana-sini, meskipun dia tidak bisa ada disana. Itu sudah tidak jadi masalah, sungguh tidak lagi jadi masalah.
                “Pokoknya kita bakalan ke Mall hari ini. Sambil beli persiapan kalian buat kemah ntar.” Hapsa bersemangat, membuat Tania dan Milla sedikit miris melihatnya.
                “Sa, lu gak usah segitunya juga kali. Mending lu diem di rumah, istirahat deh.” Ucap Tania hati-hati.
                “Yaaaaah, gue gak boleh ikut ya? Ya udah deh kalo gitu, gue balik duluan.” Hapsa kecewa, teman-temannya bersikap seperti ini.
                “Eh bukan gitu Sa maksud gue. Kalo lu oke ngikut kita shoping, gue sama Milla malah seneeeeng gak karuan. Tapi apa lu gak sakit hati nantinya?” Tania gelagapan mencoba meluruskan kesalahpahamannya dengan Hapsa.
                “Hmm…sedepresi itu kah harusnya gue? Cuman gara-gara LDKS jadi se desperate itu??” Tanya Hapsa sambil nyengir lebar menahan rasa kecewa yang lebih dahsyat dibandingkan tadi.
                “Serius Sa?! Gue sama Tania sedih kalo lu gak ikut LDKS. Sedih banget. Apa kita bertiga gak usah ikut LDKS ajah?” Kata Milla polos sambil melirik kearah Tania yang mengangguk pelan.
                “Kalo sampe kalian gak ikut LDKS gue bakal marah besar sama kalian. Kalian harus tetep ikutan, janji yaa?” Hapsa terenyuh mendengar pernyataan Milla, meskipun dia kecewa dengan ketidakikutsertaannya di LDKS, dia tak sampai hati melihat teman-temannya seperti ini. ‘Terlalu berlebihan’,batinnya.
                “Udaah ah. Gue gak mau bahas masalah ini lagi. Gue baik-baik ajah ko. Kalian gak usah lebay lah. Yuu kita ke Mall, jalan-jalan.” Hapsa mencoba mencairkan suasana.
                Tania dan Milla hanya tersenyum dan kemudian memeluk Hapsa. Hapsa berontak mencoba melepaskan pelukan kedua temannya ini, risih dan menggelikan.
*  *  *

                “Itu tuh dress yang gue incer. Tapi gue gak boleh beli dress kaya begitu sama mami gue.” Milla menunjuk-nunjuk sebuah patung berdress merah mini di depan Aquila Boutique.
                “Jelaaas mami lu gak ngijinin Mill, itu jatuhnya diatas paha kalo lu yang pake. Mau lu kaya tante-tante?” Hapsa memaki Milla dengan puas, dia menahan tertawaannya dengan payah, Tania yang berada diantara mereka sudah ngakak tak bersuara.
                “Idiiih bagus Sa. Kan gue jadi seksi gitu.” Milla berpose, pose manohara. Dibalas dengan lemparan tissue dari Hapsa dan kikikan menggelikan dari Tania. Sekarang Milla manyun dan berhenti bicara.
                “Mau gue beliin dress gak Mill?” Goda Hapsa, menyadari sahabatnya ini ngamuk.
                Mata Milla berbinar merespon Hapsa, lalu diam dan datar lagi, takut-takut kalau Hapsa benar-benar hanya bercanda.
                “Gue serius Mill. Tapi gue gak mau beliin sembarang dress, mesti yang casual dan sesuai sama umur kita.”
                Milla mengangguk sambil tersenyum riang.
                “Kesitu yu Sa. Disitu tuh bagus kayanyaaaa…” Celoteh Milla choding. Tania meringis mendengar suara kekanakan Milla.
                “Iyee. Kesono yuu Tan.” Hapsa menurut saja mengikuti Milla yang sangat bersemangat.
                Mereka bertiga terus saja berselisih memilihkan baju untuk Milla, Hapsa dan Tania paling anti melihat baju-baju yang dipilih Milla, kalau tidak modelnya yang aneh-aneh, warnanya yang norak, atau memang dress yang bukan untuk remaja.
                “Milla kayanya mesti gue yang turun tangan nih!” Tania sangat tidak sabar, dia berjalan ke deretan dress lucu di pojok kiri dekat dengan ruang ganti. Dan Hapsa hanya bisa menghembuskan nafas lega, tidak berlama-lama lagi memilih dress yang sia-sia.
                Tania menelisik semua dress di deretan itu, dia memang mendapatkan bakat hebat ibunya yang fashionista, selain bakat, Tania juga berpotensi jadi seorang model, rambutnya yang lurus, hitam dan panjang sangat terawat, kulitnya putih langsat dan terlihat sangat lembut seperti kulit bayi, matanya mirip dengan mata artis korea pemeran Eun Jo di film ‘Cinderella Step Sister’, dia yang paling tinggi diantara kami bertiga, dia orang yang anggun alami dan terlihat jutek, tapi jika sudah dekat dengannya kalian akan tau kalo dia juga sama ‘rumpi’nya dengan anak SMA zaman sekarang.
                Tania mendekat, membawa enam dress hasil pilihannya dan sesegera mungkin menyuruh Milla mencoba di ruang ganti. Akhirnya setelah berdebat panjang lebar Milla memilih memakai dress dengan rajutan berwarna coklat di bagian atas dada dan ornamen tali di bagian tengah, sedangkan bagian terusan sampai selutut bercorak kotak-kotak gradasi warna ungu dan hitam, bahan terusannya terbuat dari crepechiffon, sangat terlihat lucu jika dipakai oleh Milla.
                “Cepet ke kasir yuu! Kita kan mau belanja buat kalian ntar LDKS, bukan malah belanja dress kaya gini.” Kata Hapsa pada kedua temannya.
                “Iya nih gara-gara si Milla curhat melulu.”Sahut Tania sambil mencubit kecil tangan Milla.
                “Eh iya. Maafin gue yaaa. Tapi gue makasih banget loh buat kalian, Tania yang udah rajiin banget milihin gue enam dress lucu, yang sebenernya Hapsa cuman bisa beliin gue satu biji dress. Hehe. Tapi Hapsaaaaa, makasih loooh mau ngasih gue dress lucu tadi.” Milla kegirangan setengah mati.
                “Iyaaa kita berdua juga ngerti kalo lu bentar lagi ada audisi buat jadi anggota orchestra Kak Viola Zestiandini. Dan kita gak mau lu salah kostum pas ke Jakarta entar.”  Sahut Tania yang langsung diikuti senyum lebar Hapsa.
                Rasanya menyenangkan punya sahabat seperti mereka, bisa mengisi kekosongan satu sama lain. Dan Hapsa sudah melupakan hal tentang LDKS, dia dengan senang dan riangnya merencanakan berbagai kegiatan mengisi kosongnya waktu selama LDKS.
                “Kenapa Sa senyum-senyum sendiri? Mikirin Arjuna?” Sindir Tania, melihat Hapsa yang sedang asik melamun.
                “Ih apa sih Tan?? Enggak ko. Gue lagi mikirin liburan dua hari kedepan, pas kalian LDKS. Hehe.” Hapsa menyangkal dugaan Tania.
                “Heh! Dasar lu Sa. Awas ajah kalo lu liburan asik dan ngebiarin kita di hutan dengan seabrek agitasi dari senior. Balik LDKS lu mesti ngajakin kita refreshing.” Kata Milla tidak rela, Hapsa balas tersenyum simpul.
*  *  *

0 komentar:

Posting Komentar